Kamis, 26 Maret 2015
Senin, 23 Maret 2015
KARYA TULIS ILMIAH (KTI)
A.
Kata
menulis dapat diartikan sebagai kegiatan
mengungkapkan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan itu
dinamakan penulis dan hasil kegiatannya berupa tulisan. Untuk apa tulisan itu?
Untuk dibaca oleh orang lain agar gagasan yang disampaikan penulis dapat
diterima oleh pembaca.
Jadi,
penulis menuangkan gagasan lewat kegiatan menulis dan pembaca menampung gagasan
itu dengan cara membaca.
Selain kata menulis, dalam masyarakat
dikenal juga kata mengarang. Banyak orang menggunakan kata menulis dengan arti
mengarang dan kata mengarang dengan arti menulis. Kedua kata itu sering di
pertukarkan dalam penggunaan. Bolehkah? Jawabannya, mungkin boleh, mungkin
tidak. Mengapa? Kedua kata itu mempunya persamaan dan perbedaan. Persamaannya,
kegiatan menulis dan mengarang adalan sama-sama mengungkapkan gagasan baik
penulis maupun pengarang menyampaikan gagasan melalui huruf dan tanda baca.
Huruf dan tanda baca itu menjadi “wakil” bunyi bahasa (berupa kata, frasa,
kalimat, dan paragraf) yang berisi gagasan untuk disampaikan kepada orang lain.
Orang lain yang dituju itudapat menerima gagasan penulis/pengarang melalui
kegiatan membaca. Jadi, baik penulis maupun pengarang sama-sama berkomunikasi
dengan pembaca melalui media tulis. Itulah persamaan menulis dan mengarang.
Perbedaannya, kegiatan menulis menghasilkan
tulis sedangkan mengarang menghasilkan karangan.
Apa
bedanya tulisan dan karangan? Tulisan dilandasi fakta, pengalaman, pengamatan,
penelitian, pemikiran, atau analisis suatu masalah. Contoh tulisan antara lain
makalah, proposal, artikel, buku umum, dan buku pelajar. Sebaliknya, karangan
banyak dipengaruhi oleh imajinasi dan perasaan pengarang. Contoh karangan
antara lain puisi, cerpen, novel, dan drama. Semua karya sastra dihasilkan oleh
pengarang ( sastrawan).
Dalam pemakaian sehari-hari, arti kata
menulis mencakup kata mengarang kenyataannya, sering orang menyebut penulis
cerpen, penulis novel, atau penulis drama. Sebaliknya tidak pernah orang
menyebut pengrang makalah, pengarang laporan, dan sebagainya. Hal ini dapat
dibandingkan, misalnya dengan kata mahasiswa dan mahasiswa. Kata mahasiswa
mencakup laki-laki dan perempuan sedangkan mahasiswi hanya perempuan. Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil kegiatan menulis (dan
mengarang) itu berupa tulisan. Jadi, tulisan merupakan hasil karya penulis.
Karan itu, tulisan disebut juga karya tulis. Ternyata, karya tulis itu beraneka
macam, salah satunya karya tulis ilmiah (KTI).
KTI adalah karya tulis yang membahas masalah
tertentu, atas dasar konsep keilmuan
tertentu, denga memilih metode penyajian tertentu secara utuh, teratur,
dan konsisten. Ringkasannya, KTI adalah karya tulis yang mempunyai sifat
keilmuan. Karya tulis dapat disebut KTI
jika memenuhi tiga syarat berikut:
1.
Isi
kajian berada pada lingkup pengetahuan ilmiah,
2.
Karya
tulis tersebut menggunakan metode ilmiah atau cara berpikir ilmiah,
3.
Sosok
penampilan telah memenuhi persyaratan sesuai jenisnya. Jika ketiga syarat
diatas terpenuhi, maka sebuah karya tulis layak disebut karya tulis ilmiah
(KTI). Oleh karna itu, siapapun yang menulis KTI, termaksud guru, harus
memiliki sifat antara lain:
1.
Rasional,
yakni mengungkapkan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar;
2.
Jujur,
yakni mengungkapkan apa adanya (objektif);
3.
Bertindak
sistimatis, teliti, dan kritis;
4.
Berani
mengungkapkan kebenaran;
5.
Terbuka
dalam menerima teori, pendapat, atau kritik dari orang lain.
Setiap penulis KTI tentu berusaha
agar tulisannya baik dan berkualitas. Meskipun demikian, tidak semua KTI yang
baik dan berkualitas itu menghasilkan angka kredit bagi guru. KTI yang bernilai
angka kredit adalah KTI yang APIK. Kata apik dalam bahasa jawa memang berarti
baik. Tetapi, yang dimaksud APIK disini
sebenarnya akronim dari asli, perlu,
ilmiah,dan konsisten.Penjelasannya
adalah sebagai berikut.
1.
Asli
KTI
harus asli buatan penulisnya, bukan jiblakan. Juga bukan KTI yang dibuatkan
orang lain. Kalau KTI itu di umpamakan baju, baju itu harus dijahit sendiri,
bukan minta dijahitkan orang lain. Penulis harus bahwa KTI yang diakuinya itu
memang “kristalisai keringatnya”, bukan hasil jerih payah orang lain.
Mengapa guru yang menulis KTI harus jujur?
Tujuan utama penulis KTI adalah mengembangkan profesi, agar guru semakin
bermutu dan profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru yang benar-benar
menulis KTI, tentu berdampak langsung pada pengembangan profesinya. Sebab, penulis
KTI pasti banyak membaca, mengamati,melakukan dan berpikir tanpa semua itu, penulis tak akan mapu menghasilkan KTI yang
baik. Sebaliknya, penulis tidak akan memperoleh apa-apa jika KTI yang diakui
itu hanya hasil menjiplak, apalagi hanya dibuatkan oranmg lain.landasan
berpikirnya hanya sederhana saja. Jika tidak melakukan apa-apa,ya,tentu tidak
mendapat apa-apa. Jadi, guru yang tidak benar-benar menulis KTI, sebenarnya
tidak memperoleh manfaat langusnung bagi pengembangan profesinya.
Penulis yang berusaha menjiplak atau
meminta dibuatkan KTI oleh orang lain, jelas termasuk penulis yang tidak jujur.
Ketidakjujurannya itu akan segera terungkap. Sebab, KTI jiplakan atau KTI yang
dibuatkan orang lain mudah dikenali. KTI “palsu” mempunyai tanda –tanda yang
nyata seperti dibawah ini.
a.
Terdapat
bagian-bagian tulisan,atau atau tanda-tanda lain yang menunjukan bahwa KTI itu
diubah sana sini dan diakui sebagai karyanya. Misalnya, bentuk tulisan tidak
sama, terdapat tempelan nama, terdapat petunjuk adnya lokasi dan subjek yang
tidak konsisten, terdapat tanggal pembuatan yang tidak konsisten.
b.
Waktu
pelaksanaan pembuatan KTI tidak wajar.misalnua, dalam kurun waktu tertentu,
dibuat KTI yang terlalu banyak.
c.
Adanya
kesamaan yang amat mencolok pada isi, format, dean gaya penulisan dengan KTI
lain, baik yang dibuat oleh yang bersangkutan maupun dengan KTI lain dari
daerah tertentu. Persamaan itu diumumnya tampak pada sampul, kata
pengantar,teori yang digunakan, dan daftar pustaka. Yang berbeda hanya subjek
mata pelajaran dan data yang dibuat berbeda ala kadarnya.
d.
Adanya
perbedaan yang amat mencolok pada isi, format, dan gaya penulisan diantara
beberapa KTI yang dibuat oleh penulis yang sama.
e.
KTI
yang isinya yang terlalu umum, yang tidak berkaitan dengan berkaitan dengan
kegiatan guru dalam pengembangan profesinya. Sebab, KTI seperti itu yang paling
mudah ditiru, dipakai kembali oleh orang lain dengan cara mangganti nama
penulisnya.
2.
Perlu
Maslah
yang dibahas memang diperlukan untuk pengembangan profesi guru. Artinya,
masalah yang dibahas itu mempunyai manfaat yang nyata untuk mencapai tujuan
pengembangan profesi guru. Tujuan utama pengembangan profesi guru adalah
meningkatkan mutu guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Oleh karena
itu, isi KTI harus mengacu pada
permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan guru dalam usahanya meningkatkan
mutu pembelajaran.
Tentu saja guru tidak dilarang
menulis hal-hal yang terkait dengan kegiatan pembelajaran.bahkan guru
dianjurkan agar banyak menulis apa saja. Sebab,makin banyak menulis.gurutentu
banyak membaca, mengamati, dan berpikir. Itu semua menybapkan wawasan guru
semakin luas.misalnya,guru menulis tentang industri rumah tangga,pencegahan
penyakit menular, budidaya ikan gurami, kesenian daerah, dan lain lain.semuanya
boleh dan mempunyai nilai positf. Akan tetap,tulisan tulisan tersebut tidak
termasuk dalam kegiatan pengembangan positf guru. Mengapa? Tulisan tulisan
tersebut tidak perlu atau tidak manfaat langsung untuk peningkatan profesi
guru.jadi hanya KTI yang membahas kegiatan yang dilakukan atau akan dilakukan
guru,dalam upaya mengembangkan profesinya yang dapat dinyatakan sebagai KTI
yang sesuai dengan kriteria perlu.
Agar lebih jelas,ini disampingkan contoh contoh KTI yang
tidak termasuk kriteria perlu pengembangan profesi guru.
A.
Masalah
yang diajikan terlalu luas,tidak langsung berhubungan dengan upanya
pengembangan profesinya sebagai guru
misalnya, KTI yang berjudul (i) peran
guru dalam mencerdaskan bangsa, (ii) Pengaruh
Televisi terhadap Prestasi Belajar, dan lain-lain.
B.
Masalah
yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam pengembangan
profesinya sebagai guru, mirip dengan KTI yang sudah sebelumnya, telah jelas
jawabannya, kurang jelas manfaatnya, dan merupakan hal mengulang-ulang.
Misalnya, KTI yang berjudul: (i) Hubungan
Perkerjaan Orangtua dengan Prestasi Belajar Siswa, (ii) Kolerasi Nilai
Matematika dengan Nilai Bahasa Indonesia, (iii) Hubungan Antara Cita-Cita
dengan Nilai Bahasa Inggris, dan lain-lain.
C.
Masalah
yang dibahas di luar tukopsi (tugas pokok profesi). Misalnya, KTI yang berjudul
(i) Memupuk Nasionalisme, (ii) Adat Unik
di Sendang Biru, Malang Selatan, (iii) Cara Bermain Sulap, (iv) Beternak Buaya,
dan lain-lain.
3.
Ilmiah
KTI harus bersifat ilmiah, yaitu
ditulis dengan mengikuti kaidah keilmuan, dan tampilannya memenuhi persyaratan
tulisan ilmiah. KTI yang tidak ilmiah ditandai dengan hal-hal berikut ini.
a.
Masalah
yang ditulis bukan masalah keilmuan dan tidak ada hubungannya dengan
pengembangan profesi guru.
b.
Latar
belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukan pentingnya hal
yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upaya pengembangan profesi
guru. Misalnya, tidak ada fakta spesifik yang berkaitan dengan masalah
pembelajaran di kelas.
c.
Rumusan
masalah tidak jelas sehingga kurang dapt diketahui apa sebenarnya yang akan
diungkapkan.
d.
Kebenarannya
tidak didukung oleh kebenaran teori, fakta, dan analisis.
e.
Kesimpulannya
tidak/belum menjawab permasalahan yang diajukan.
4.
Konsisten
Yang
dimaksud konsisten disini adalah KTI yang ditulis harus sesuai dengan kemampuan
penulisanny. Jika penulisnya seorang guru, maka KTInya harus berada pada bidang
tugas dan fungsinya sebagai guru.
KTI
yang tidak konsisten, antara lain ditandai dengan hal-hal berikut:
a.
Tidak sesuai dengan tulis si penulis sebagai
guru. Misalnya, KTI yang ditulis merupakan kegiatan kepala sekolah atau
pengawas sekolah, dan bukan tentang tugas profesinya sebagagi guru.
b.
Tidak sesuai dengan latar belakang keahlian atau
tugas pokok penulisnya. Misalnya, guru Matematika menulis tentang olahraga,
atau guru SMA menulis tentang pelajaran di SD.
c.
Masalah yang dibahas tidak berkaitan dengan upaya
penulis untuk mengembangkan profesinya sebagai guru. Misalnya, guru bahasa
indonesia mengajar di SMP menulis tentang tsunami.
B.
MACAM-MACAM KTI ANGKA KREDITNYA
Secara umum, KTI dapat dikelompokan
menjadi dua macam, yaitu KTI non penelitian dan KTI penelitian. KTI non
penelitian dibuat tanpa kegiatan penelitian lebih dahulu. Sebaliknya, KTI
penelitian dibuat melalui peneliti sebelumnya. Berdasarkan kegiatan penelitian
itulah KTI dibuat. Jadi, KTI peneliti an sebenarnya laporan tertulis dari
kegiatan dan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) dan penelitian Tindakan
Sekolah (PTS).
Jika
guru membuat KTI dengan benar, diberi penghargaan berupa angka kredit
pengembangan keprofesian yang dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam
usulan kenaikan pangkat. Besaran angka kredit KTI berbeda-beda, tergantung
jenis KTI dan bentuk publikasinya. Macam-macam KTI dan besaran angka kreditnya
sesuai dengan kreditnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat disajikan
sebagai berikut.
KTI DAN ANGKA KREDITNYA
NO
|
JENIS KTI
|
BENTUK PUBLIKASI
|
ANGKA KREDIT
|
1
|
KTI hasil
penelitian,
Pengkajian, survei
dan/atau evaluasi
|
Berupa buku yang
diedarkanber ISBN dan diedarkan secara nasional atau ada pengakuan dari BSNP
|
4
|
|
|
Berupa tulisan
(artikel ilmiah) yang dimuat dimajalah ilmiah/jurnal ilmiah tingkat nasional
terakreditasi.
|
3
|
|
|
Berupa tulisan
(artikel ilmiah) yang dimuat di jurnal ilmiah tingkat Provinsi.
|
2
|
|
|
Berupa tulisan
(artikel ilmiah) yang dimuat dijurnal ilmiah tingkat Kabupaten/Kota.
|
1
|
|
|
Berupa makalah
hasil penelitian dan telah diseminarkan di Sekolah/Madrasah penulis.
|
4
|
2
|
Makalah tinjauan
ilmiah bidang pendidikan
|
Makalah ilmiah
bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan.
|
2
|
3
|
Tulisan Ilmiah
Populer
|
Artikel ilmiah
populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan
dimuat di media massa Tingkat Nasional
|
2
|
|
|
Artikel ilmiah
populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan
dimuat dimedia massa Tingkat Provinsi
|
1.5
|
4
|
Artikel Ilmiah
dalam bidang pendidikan
|
Artikel ilmiah
dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan dimuat
dijurnal Tingkat Nasional terakreditasi
|
2
|
|
|
|
Artikel ilmiah
dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan,
dimuat dijurnal tingkat nasional tidak terakreditasi atau tingkat Provinsi
terakreditasi.
|
1.5
|
|
|
|
Artikel ilmiah
dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan,
dimuat dijurnal tingkat Provinsi tidak terakreditasi atau tingkat lokal
(Kabupaten/Kota/Sekolah/Madrasah
|
1
|
|
5
|
Presentasi pada
forum ilmiah
|
Berupa makalah
yang disampaikan sebagai pemrasaran/narasumber pada seminar atau lokakarya
|
0,2
|
|
|
|
Berupa makalah
yang disampaikan sebagai pemrasaran/narasumber pada koloqium atau diskusi
ilmiah
|
0,2
|
|
6
|
Buku pelajaran
|
Berupa pelajaran
yang lolos penilaian oleh Badan Stantar Nasional Pendidikan.
|
6
|
|
|
|
Berupa buku
pelajaran yang dicetak oleh Penerbit dan ber ISBN (International Standard
Book Number)
|
3
|
|
|
|
Berupa Buku
pelajaran yang dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN
|
1
|
|
|
|
Berupa Buku
pelajaran yang dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN
|
1
|
|
7
|
Modul/diktat
pelajaran per semester
|
Modul dan dikyay
yang digunakan di tingkat provinsi
|
1,5
|
|
|
|
Modul dan diktat
yang digunakan di tingkat kabupaten/kota
|
1
|
|
|
|
Modul dan diktat
yang digunakan di tingkat sekolah/madrasah
|
0,5
|
|
8
|
Buku dalam bidang
pendidikan
|
Berupa buku dalam
bidang pendidikan yang dicetak pleh penerbit dab ber-ISBN
|
3
|
|
|
|
Berupa buku dalam
bidang pendidikan yang dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN
|
1,5
|
|
9
|
Terjemahan
|
Berupa karya hasil
terjemahan
|
1
|
|
10
|
Pedoman guru
|
Berupa buku
pediman guru
|
1,5
|
|
Besaran
angka kredit di atas diberikan kepada penulis perorangan. Bagaimana jika
ditulis oleh dua orang atau lebih? Jika ditulis oleh tim, lazimnya nama penulis
utama diletakan pada urutan pertama dan urutan berikutnya nama penulis
pembantu. Jumlah penulis pembantu paling banyak 3 (tiga) orang. Jika penulis
pembantu lebih dari 3 (tiga) orang, maka penulis pembantu nomor urut keempat
dan seterusnya tidak memperoleh angka kredit. Pembagian angka kredinya sebagai
berikut.
PEMBAGIAN ANGKA KREDIT
Jumlah penulis
|
Penulis Utama
|
Penulis Pembantu I
|
Penulis Pembantu
II
|
Penulis Pembantu
III
|
1 orang
|
100%
|
-
|
-
|
-
|
2 orang
|
60%
|
40%
|
-
|
-
|
3 orang
|
50%
|
25%
|
25%
|
-
|
4 orang
|
40%
|
20%
|
20%
|
20%
|
Sumber: pedoman
kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya,
Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Pembina Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Dasar 2011.
C. JENIS PUBLIKASI ILMIAH/KARYA INOVATIF YANG WAJIB ADA
Angka kredit dari publikasi ilmiah
dan/atau karya inovatif menjadi persyaratan untuk kenaikan pangkat dari
golongan III/b ke III/c dan seterusnya. Jumlah angka kredit yang diperlukan
setiap jenjang sudah ditentukan. Pada umumnya, semakin tinggi pangkat yang akan
diraih, jumlah angka kreditnya semakin banyak.
Jenis
publikasi ilmiah/karya inovatif juga sudah ditentukan untuk tiap-tiap jenjang
jabatan/pangkat. Hal itu diperlukan agar publikasi ilmiah/karya inovatif yang
diajukan tidak didominasi oleh jenis tertentu. Misalnya, semua publikasi ilmiah
berupa diktat atau tulisan ilmiah populer.
Ketentuan
mengenai jenis publikasi ilmiah/karya inovatif untuk setiap jenjang
pangkat/golongan sebagai berikut.
Dari
golongan
|
Ke Golongan
|
Jml. Angka
Kredit dari subunsur publikasi Ilamiah/Karya Inovatif
|
Jenis Publikasi Ilmiah/Karya Inovatif
yang Wajib Ada
|
III/a
|
III/b
|
-
|
-
|
III/b
|
III/c
|
4
|
Bebas pada jenis karya publikasi ilmiah dan karya
inovatif
|
III/c
|
III/d
|
6
|
Bebas pada jenis
karya publikasi ilmiah dan karya inovatif
|
III/d
|
IV/a
|
8
|
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian
|
IV/a
|
IV/b
|
12
|
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian
dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnak yang ber-ISBN
|
IV/b
|
IV/c
|
12
|
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian
dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISBN
|
IV/c
|
IV/d
|
14
|
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian
dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN dan 1 (satu) buku pelajaran
atau buku pendidikan yang ber-ISBN
|
IV/d
|
IV/e
|
20
|
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian
dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal ber-ISSN dan 1 (satu) buku
pelajaran atau buku pendidikan yang ber-ISBN
|
Keterangan
Untuk kenaikan pangkat/golongan mulai
III/d ke atas
1.
Jumlah
publikasi yang berfungsi diktat, karya terjemahan, atau tulisan ilmiah populer
paling banyak 1 (satu) buah.
2.
Laporan
hasil penelitian maksimal 2 (dua) laporan per tahun.
3.
Karya
inovatif maksimal 50 % dari angka kredit yang dibutuhkan.
D. CARA MEMBUAT KTI
Guru bekerja, menjalankan tugas
sesuai dengan tugas pokok profesi. Tugas pokok profesi guru adalah membidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik. Dalam melakukan tugas itu, guru selalu menggunakan bahan tertulis baik
sebagai landasan bertindak maupun pegangan menyampaikan materi pelajaran. Bahan
tertulis itu ada, tentu saja, karena ada yang menulis. Siapa yang menulis?
Gurukah? Bukan. Kebanyakan guru mengunakan tulisan orang lain, bukan tulisannya
sendiri.
Mengapa
kebanyakan guru tidak menulis,sulitka menulis itu?Tidak sebenarnya semua guru
tidak dapat menulis. sebab, menulis itu hanya mengungkapkan apa yang diketahui,
dilakukan,dilihat, dan yang dipikirkan. Bukankah guru sudah megetahui (bahkan
meguasai) materi ajar yang disampikan kepada siswa? Bukankah setiap hari guru
melakukan kegiatan pembelajaran? Bukankah guru juga selalu melihat/mengamati
siswa dan berpikir agar siswanya lebih baik? Semuanya itu menjadi bahan yang
tak akan habis diolah menjadi KTI.
Bagi guru, menulis sebenarnya juga
kegiatan megajar. Bahkan,termaksud kegiatan mengajar yang sangat dahsyat.
Mengapa? Jika megajar dikelas, yang mendengarkan penjelasan hanya puluhan siswa
satu kelas atau berapa kelas di sekolah tempatnya megajar. Tetapi jika bahan
ajar itu ditulis, pembaca nya bisa ratusan, ribuan, atau puluhan ribu. Bukan
hanya siswa di sekolah nya. Tetapi juga siswa di kota-kota lain diseluruh
Indonesia. Hebatnya, tulisan yang dihasilkannya dapat dipelajari sekarang tahun
depan, atau berapa tahun kemudian. Tidak salah, banyak orang megatakan bahwa
guru yang penulis sebenarnya “guru bangsa yang abadi”.
Keuntungan lain bagi guru yang
juga penulis, dia menempati posisi Yng amat terhomat. Dia terkenal diberbagai
kalangan, terutama kalangan pendidikan. Karna terkenal, dia sering diundang
sebagai pembicara dalam berbagai pertemuan. Temannya semakin banyak.
Pergaulanya semakin luas. Rasa diri pun menigkat. Yang pasti ada kekuasaan
batin melihat tulisanya bermanfaat bagi banyak orang. Lebih dari itu,
tulisannya bernilai angka kredit pengembangan provesi guru untuk memenuhi
persyaratan naik pangkat.
Dulu banyak orang beranggapan bahwa seorang penulis dapat meghasilkan
tulisanya yang baik karna mempunyai bakat menulis. Angapan semacam kini telah
terhapus oleh berbagai kenyataan. Seorang redaksi sebuah penerbit besar yang
telah bertahun-tahun menangani naskah yang akan diterbitkan, berkesimpulan
bahwa kemampuan diperoleh dengan cara belajar dan berlatih. Kesimpulan itu
diperoleh setelah mengamati sejumlah penulisannya belum layak diterbitkan.
Dengan sedikit petunjuk dan pengarahan, penulisan itu terus berusaha
memperbaiki tulisanya. Berangsur-angsur tulisanya semakin baik. Sekarang dia
telah menjadi penulis produktif.
“menulis tidak ada hungannya dengan
bakat”,kata Yang sudah “jadi”. Kesimpulan itu disampaikan setelah dia mengalami
sendiri. Mulah-mulah dia merasa sulit sekali menulis. Beberapa kali mencoba
menulis selalu tidak lancar. Bahkan sering pula macet dan gagal total.
Bereuntugalah, pengalaman pahit itu tidak membuatnya putus asa. Ia terus
belajar dan mencoba-coba lagi. Makin lama makin lancar.
Menulis memang gampang-gampang
susah. Gampang kalau sudah sering melakukan nya dan sudah kalo belum terbiasa.
Sebab, menuli termaksud jenis keterampilan. Sebagai keterampilan, sama seperti
keterampilan yang lain nya, pemerolehnya harus memlalui belajar dan berlatih.
Membiasakan diri, itu lah kata kucinya.
Hal itu dapat dibandingkan
dengan keterampilan berenang. Banyak teori tentang berenang: gaya dada, gaya
punggung, gaya katak, dan gaya-gaya lain. Semua itu ada teori nya dan dapat
dipelajari. Namun, dengan belajar teori saja belum cukup. Meskipun sudah hafal
semua teori renang, takdapat dijamin bahwa orang langsung dapat berenag.
Sebaliknya, tanpa belajar teori pun, kalo mau mencoba terjun ke kolam renang di
tempat dangkal, lalu belajar berenang, lambat laun pasti dapat berenang.
Demikian pula keterampilan
menulis. Jika terlalu banyak teori yang dipelajari dan di hafalkan, bisa bingung menerapkanya. Kalo begitu, apa
yang diperlu dilakukan oleh calon penulis? Langkah-langkah berikut dapat
dilakukan.
Pertama, calon penulis harus
mempunyai niat untuk menulis. Bukan niat biasa, melainkan niat yang kuat.
Dengan niat yang kuat itu, penulis tak mudah “patah arang” kalau menjumpai
berbagai kesulitan. Sebaliknya, dengan niat yang kuat penulis akan terus
berusaha mengatasi berbagai kesulitan. Nah, agar niat itu benar-benarkuat,
harus ditumbuhkan motivasi dari dalam.
Apa
motivasi menulis? Banyak sekali, antara lain ingin mencerdaskan
bangsa,memperoleh uang royalti, menjadi orang terkenal, atau sekedar memuaskan
diri karena sudah mengekspresikan gagasannya. Bagi seorang guru, mungkin untuk
memperoleh angka kredit supaya segera naik pangkat. Semua itu sah-sah saja dan
boleh untuk memantapkan niat yang kuat itu harus disertai keyakinan bahwa
dirinya mampu menghasilkan karya tulis.
Kedua,calon penulis harus banyak belajar
dan berlatih. Berbagai jenis tulisan dan cara membuatnya perlu dipelajari. Tata
tulis setiap jenis tulisan memang tidak sama. Demikian pula, calon penulis
perlu belajar tentang ragam bahasa (ragam baku dan non baku, ragam tulis dan
ragam lisan), kosakata, pola kalimat, jenis paragraf dan ejaan. Tetapi semuanya
itu dapat dipelajari sambil lalu. Artinya, jika ingin menulis, langsung praktek
menulis saja dengan bekal ilmumenulis sekadarnya. Tulisan yang sudah jadi perlu
dibaca ulang dan diperbaiki. Makin sering praktik menulis dan memperbaiki
tulisan dengan “ilmu” menulis yang semakin bertambah, seorang penulis tentu
semakin terampil.
Ketiga, calon penulis sebaiknya
banyak membaca tulisanyang sudah ada.
Tulisan tentang apa dan siapa penulisnya dapat dipilih sesuai selera.
Selanjutnya calon penulis menerapkan
tiga N, yaitu niteni, nirokake dan nambahi. Ungkapan jawa itu berarti
memperhatikan, menirukan, dan menambahkan.
Penulis
pemula perlu niteni, yaitu memperhatikan dan mengingat-ingat tulisan yang sudah
ada untuk ditiru. Meniru tidak harus malu, karena meniru disini bukan berarti
njiplak kata demi kata atau kalimat demi kalimat. Yang ditiru adalah tata tulis
jenis tulisan (atau artikel, modul, buku ajar, laporan hasil penelitian, dan
lain-lain). Ditiru pula cara memilih tema tulisan, cara mengembangkan tema,
cara memilih kata dab menyusun menjadi kalimat, serta cara merakit paragraf.
Juga cara membuka tulisan, menguraikan isi, dan menutupnya. Kegiatan meniru
seperti itu tidak dilarang, justru dianjurkan.
Kegiatan
menulis niteni dan nirokake, juga menambahi. Untuk bisa dinambahi, penulis
harus punya “simpanan”. Simpanan itu berupa pengetahuan (hasil membaca),
pengalaman (apa yang dilakukan), pengamatan (apa yang dilihat), dan pendapat
(gagasan mengenai suatu masalah). Kegiatan menulisa memang mengeluarkan
“simpanan”. Makin sering menyimpan, makin banyak simpanan. Makin banyak
simpanan, makin mudah nambahi, dan makin mudah menuangkan gagasan secara
tertulis.
Karen
itu, penulis harus banyak melihat, mengamati, melakukan kegiatan, berdiskusi,
membaca, dan berpikir. Kegiatan
mengumpulkan “simpanan” itu, terutama kegiatan membaca, harus dilakukan terus
menerus. Seorang penulis memang harus banyak membaca. Bacaan bagi penulis sama
dengan makanan bergizi bagi seorang atlet. Seorang atlet yang tidak banyak
mengomsumsi makanan bergizi tetntu cepat lelah dan mudah loyo kehabisan tenaga.
Demikian pula seorang penulis yang kurang membaca, tentu segera kehabisan bahan
tulisan.
Jadi,
untuk menghasilkan karya tulis, sebenarnya tidak sulit.Calon penulis hanya
menerapkan tiga N, yaitu niteni, nirokake, dan nambahi. Hanya itu. Jika kurang
mantap dengan istilah tiga N, dapat juga menggunakan istilah ATM. Yang dimaksud
ATM di sini bukan mesin pembayaran otomatis, melainkan amati, tiru, dan
modifikasi. Jika masih ragu-ragu, calon penulis sebaiknya mencari pembimbing
yaitu orang yang sudah berpengalaman membuat berbagai karya tulis.
SEKIAN
Langganan:
Postingan (Atom)