Senin, 23 Maret 2015




KARYA TULIS ILMIAH (KTI)
A.      Kata menulis dapat diartikan sebagai  kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan itu dinamakan penulis dan hasil kegiatannya berupa tulisan. Untuk apa tulisan itu? Untuk dibaca oleh orang lain agar gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca.
Jadi, penulis menuangkan gagasan lewat kegiatan menulis dan pembaca menampung gagasan itu dengan cara membaca.
     Selain kata menulis, dalam masyarakat dikenal juga kata mengarang. Banyak orang menggunakan kata menulis dengan arti mengarang dan kata mengarang dengan arti menulis. Kedua kata itu sering di pertukarkan dalam penggunaan. Bolehkah? Jawabannya, mungkin boleh, mungkin tidak. Mengapa? Kedua kata itu mempunya persamaan dan perbedaan. Persamaannya, kegiatan menulis dan mengarang adalan sama-sama mengungkapkan gagasan baik penulis maupun pengarang menyampaikan gagasan melalui huruf dan tanda baca. Huruf dan tanda baca itu menjadi “wakil” bunyi bahasa (berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf) yang berisi gagasan untuk disampaikan kepada orang lain. Orang lain yang dituju itudapat menerima gagasan penulis/pengarang melalui kegiatan membaca. Jadi, baik penulis maupun pengarang sama-sama berkomunikasi dengan pembaca melalui media tulis. Itulah persamaan menulis dan mengarang.
     Perbedaannya, kegiatan menulis menghasilkan tulis sedangkan mengarang menghasilkan karangan.
Apa bedanya tulisan dan karangan? Tulisan dilandasi fakta, pengalaman, pengamatan, penelitian, pemikiran, atau analisis suatu masalah. Contoh tulisan antara lain makalah, proposal, artikel, buku umum, dan buku pelajar. Sebaliknya, karangan banyak dipengaruhi oleh imajinasi dan perasaan pengarang. Contoh karangan antara lain puisi, cerpen, novel, dan drama. Semua karya sastra dihasilkan oleh pengarang ( sastrawan).
     Dalam pemakaian sehari-hari, arti kata menulis mencakup kata mengarang kenyataannya, sering orang menyebut penulis cerpen, penulis novel, atau penulis drama. Sebaliknya tidak pernah orang menyebut pengrang makalah, pengarang laporan, dan sebagainya. Hal ini dapat dibandingkan, misalnya dengan kata mahasiswa dan mahasiswa. Kata mahasiswa mencakup laki-laki dan perempuan sedangkan mahasiswi hanya perempuan. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil kegiatan menulis (dan mengarang) itu berupa tulisan. Jadi, tulisan merupakan hasil karya penulis. Karan itu, tulisan disebut juga karya tulis. Ternyata, karya tulis itu beraneka macam, salah satunya karya tulis ilmiah (KTI).
     KTI adalah karya tulis yang membahas masalah tertentu, atas dasar konsep keilmuan  tertentu, denga memilih metode penyajian tertentu secara utuh, teratur, dan konsisten. Ringkasannya, KTI adalah karya tulis yang mempunyai sifat keilmuan.  Karya tulis dapat disebut KTI jika memenuhi tiga syarat berikut:
1.     Isi kajian berada pada lingkup pengetahuan ilmiah,
2.     Karya tulis tersebut menggunakan metode ilmiah atau cara berpikir ilmiah,
3.     Sosok penampilan telah memenuhi persyaratan sesuai jenisnya. Jika ketiga syarat diatas terpenuhi, maka sebuah karya tulis layak disebut karya tulis ilmiah (KTI). Oleh karna itu, siapapun yang menulis KTI, termaksud guru, harus memiliki sifat antara lain:
1.     Rasional, yakni mengungkapkan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar;
2.     Jujur, yakni mengungkapkan apa adanya (objektif);
3.     Bertindak sistimatis, teliti, dan kritis;
4.     Berani mengungkapkan kebenaran;
5.     Terbuka dalam menerima teori, pendapat, atau kritik dari orang lain.
Setiap penulis KTI tentu berusaha agar tulisannya baik dan berkualitas. Meskipun demikian, tidak semua KTI yang baik dan berkualitas itu menghasilkan angka kredit bagi guru. KTI yang bernilai angka kredit adalah KTI yang APIK. Kata apik dalam bahasa jawa memang berarti baik. Tetapi, yang dimaksud APIK disini sebenarnya akronim dari asli, perlu, ilmiah,dan konsisten.Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1.     Asli
KTI harus asli buatan penulisnya, bukan jiblakan. Juga bukan KTI yang dibuatkan orang lain. Kalau KTI itu di umpamakan baju, baju itu harus dijahit sendiri, bukan minta dijahitkan orang lain. Penulis harus bahwa KTI yang diakuinya itu memang “kristalisai keringatnya”, bukan hasil jerih payah orang lain.
      Mengapa guru yang menulis KTI harus jujur? Tujuan utama penulis KTI adalah mengembangkan profesi, agar guru semakin bermutu dan profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru yang benar-benar menulis KTI, tentu berdampak langsung pada pengembangan profesinya. Sebab, penulis KTI pasti banyak membaca, mengamati,melakukan dan berpikir tanpa semua itu, penulis tak akan mapu menghasilkan KTI yang baik. Sebaliknya, penulis tidak akan memperoleh apa-apa jika KTI yang diakui itu hanya hasil menjiplak, apalagi hanya dibuatkan oranmg lain.landasan berpikirnya hanya sederhana saja. Jika tidak melakukan apa-apa,ya,tentu tidak mendapat apa-apa. Jadi, guru yang tidak benar-benar menulis KTI, sebenarnya tidak memperoleh manfaat langusnung bagi pengembangan profesinya.
      Penulis yang berusaha menjiplak atau meminta dibuatkan KTI oleh orang lain, jelas termasuk penulis yang tidak jujur. Ketidakjujurannya itu akan segera terungkap. Sebab, KTI jiplakan atau KTI yang dibuatkan orang lain mudah dikenali. KTI “palsu” mempunyai tanda –tanda yang nyata seperti dibawah ini.
a.     Terdapat bagian-bagian tulisan,atau atau tanda-tanda lain yang menunjukan bahwa KTI itu diubah sana sini dan diakui sebagai karyanya. Misalnya, bentuk tulisan tidak sama, terdapat tempelan nama, terdapat petunjuk adnya lokasi dan subjek yang tidak konsisten, terdapat tanggal pembuatan yang tidak konsisten.
b.     Waktu pelaksanaan pembuatan KTI tidak wajar.misalnua, dalam kurun waktu tertentu, dibuat KTI yang terlalu banyak.
c.      Adanya kesamaan yang amat mencolok pada isi, format, dean gaya penulisan dengan KTI lain, baik yang dibuat oleh yang bersangkutan maupun dengan KTI lain dari daerah tertentu. Persamaan itu diumumnya tampak pada sampul, kata pengantar,teori yang digunakan, dan daftar pustaka. Yang berbeda hanya subjek mata pelajaran dan data yang dibuat berbeda ala kadarnya.
d.     Adanya perbedaan yang amat mencolok pada isi, format, dan gaya penulisan diantara beberapa KTI yang dibuat oleh penulis yang sama.
e.     KTI yang isinya yang terlalu umum, yang tidak berkaitan dengan berkaitan dengan kegiatan guru dalam pengembangan profesinya. Sebab, KTI seperti itu yang paling mudah ditiru, dipakai kembali oleh orang lain dengan cara mangganti nama penulisnya.
2.     Perlu
Maslah yang dibahas memang diperlukan untuk pengembangan profesi guru. Artinya, masalah yang dibahas itu mempunyai manfaat yang nyata untuk mencapai tujuan pengembangan profesi guru. Tujuan utama pengembangan profesi guru adalah meningkatkan mutu guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, isi KTI harus mengacu pada permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan guru dalam usahanya meningkatkan mutu pembelajaran.
      Tentu saja guru tidak dilarang menulis hal-hal yang terkait dengan kegiatan pembelajaran.bahkan guru dianjurkan agar banyak menulis apa saja. Sebab,makin banyak menulis.gurutentu banyak membaca, mengamati, dan berpikir. Itu semua menybapkan wawasan guru semakin luas.misalnya,guru menulis tentang industri rumah tangga,pencegahan penyakit menular, budidaya ikan gurami, kesenian daerah, dan lain lain.semuanya boleh dan mempunyai nilai positf. Akan tetap,tulisan tulisan tersebut tidak termasuk dalam kegiatan pengembangan positf guru. Mengapa? Tulisan tulisan tersebut tidak perlu atau tidak manfaat langsung untuk peningkatan profesi guru.jadi hanya KTI yang membahas kegiatan yang dilakukan atau akan dilakukan guru,dalam upaya mengembangkan profesinya yang dapat dinyatakan sebagai KTI yang sesuai dengan kriteria perlu.
Agar lebih jelas,ini disampingkan contoh contoh KTI yang tidak termasuk kriteria perlu pengembangan profesi guru.
A.    Masalah yang diajikan terlalu luas,tidak langsung berhubungan dengan upanya pengembangan profesinya sebagai guru  misalnya, KTI yang berjudul (i) peran guru dalam mencerdaskan bangsa, (ii) Pengaruh Televisi terhadap Prestasi Belajar, dan lain-lain.
B.     Masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam pengembangan profesinya sebagai guru, mirip dengan KTI yang sudah sebelumnya, telah jelas jawabannya, kurang jelas manfaatnya, dan merupakan hal mengulang-ulang. Misalnya, KTI yang berjudul: (i) Hubungan Perkerjaan Orangtua dengan Prestasi Belajar Siswa, (ii) Kolerasi Nilai Matematika dengan Nilai Bahasa Indonesia, (iii) Hubungan Antara Cita-Cita dengan Nilai Bahasa Inggris, dan lain-lain.
C.     Masalah yang dibahas di luar tukopsi (tugas pokok profesi). Misalnya, KTI yang berjudul (i) Memupuk Nasionalisme, (ii) Adat Unik di Sendang Biru, Malang Selatan, (iii) Cara Bermain Sulap, (iv) Beternak Buaya, dan lain-lain.

3.     Ilmiah
KTI harus bersifat ilmiah, yaitu ditulis dengan mengikuti kaidah keilmuan, dan tampilannya memenuhi persyaratan tulisan ilmiah. KTI yang tidak ilmiah ditandai dengan hal-hal berikut ini.
a.     Masalah yang ditulis bukan masalah keilmuan dan tidak ada hubungannya dengan pengembangan profesi guru.
b.     Latar belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukan pentingnya hal yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upaya pengembangan profesi guru. Misalnya, tidak ada fakta spesifik yang berkaitan dengan masalah pembelajaran di kelas.
c.      Rumusan masalah tidak jelas sehingga kurang dapt diketahui apa sebenarnya yang akan diungkapkan.
d.     Kebenarannya tidak didukung oleh kebenaran teori, fakta, dan analisis.
e.     Kesimpulannya tidak/belum menjawab permasalahan yang diajukan.
4.     Konsisten
Yang dimaksud konsisten disini adalah KTI yang ditulis harus sesuai dengan kemampuan penulisanny. Jika penulisnya seorang guru, maka KTInya harus berada pada bidang tugas dan fungsinya sebagai guru.
                KTI yang tidak konsisten, antara lain ditandai dengan hal-hal berikut:
a.     Tidak sesuai dengan tulis si penulis sebagai guru. Misalnya, KTI yang ditulis merupakan kegiatan kepala sekolah atau pengawas sekolah, dan bukan tentang tugas profesinya sebagagi guru.
b.     Tidak sesuai dengan latar belakang keahlian atau tugas pokok penulisnya. Misalnya, guru Matematika menulis tentang olahraga, atau guru SMA menulis tentang pelajaran di SD.
c.      Masalah yang dibahas tidak berkaitan dengan upaya penulis untuk mengembangkan profesinya sebagai guru. Misalnya, guru bahasa indonesia mengajar di SMP menulis tentang tsunami.
B.     MACAM-MACAM KTI ANGKA KREDITNYA
Secara umum, KTI dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu KTI non penelitian dan KTI penelitian. KTI non penelitian dibuat tanpa kegiatan penelitian lebih dahulu. Sebaliknya, KTI penelitian dibuat melalui peneliti sebelumnya. Berdasarkan kegiatan penelitian itulah KTI dibuat. Jadi, KTI peneliti an sebenarnya laporan tertulis dari kegiatan dan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) dan penelitian Tindakan Sekolah (PTS).
      Jika guru membuat KTI dengan benar, diberi penghargaan berupa angka kredit pengembangan keprofesian yang dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam usulan kenaikan pangkat. Besaran angka kredit KTI berbeda-beda, tergantung jenis KTI dan bentuk publikasinya. Macam-macam KTI dan besaran angka kreditnya sesuai dengan kreditnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat disajikan sebagai berikut.
KTI DAN ANGKA KREDITNYA
NO
JENIS KTI
BENTUK PUBLIKASI
ANGKA KREDIT
1
KTI hasil penelitian,
Pengkajian, survei dan/atau evaluasi
Berupa buku yang diedarkanber ISBN dan diedarkan secara nasional atau ada pengakuan dari BSNP
4


Berupa tulisan (artikel ilmiah) yang dimuat dimajalah ilmiah/jurnal ilmiah tingkat nasional terakreditasi.
3


Berupa tulisan (artikel ilmiah) yang dimuat di jurnal ilmiah tingkat Provinsi.
2


Berupa tulisan (artikel ilmiah) yang dimuat dijurnal ilmiah tingkat Kabupaten/Kota.
1


Berupa makalah hasil penelitian dan telah diseminarkan di Sekolah/Madrasah penulis.
4
2
Makalah tinjauan ilmiah bidang pendidikan
Makalah ilmiah bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan.
2
3
Tulisan Ilmiah Populer
Artikel ilmiah populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan dimuat di media massa Tingkat Nasional
2


Artikel ilmiah populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan dimuat dimedia massa Tingkat Provinsi
1.5


4
Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan
Artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan dimuat dijurnal Tingkat Nasional terakreditasi
2


Artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan, dimuat dijurnal tingkat nasional tidak terakreditasi atau tingkat Provinsi terakreditasi.
1.5


Artikel ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan, dimuat dijurnal tingkat Provinsi tidak terakreditasi atau tingkat lokal (Kabupaten/Kota/Sekolah/Madrasah
1
5
Presentasi pada forum ilmiah
Berupa makalah yang disampaikan sebagai pemrasaran/narasumber pada seminar atau lokakarya
0,2


Berupa makalah yang disampaikan sebagai pemrasaran/narasumber pada koloqium atau diskusi ilmiah
0,2
6
Buku pelajaran
Berupa pelajaran yang lolos penilaian oleh Badan Stantar Nasional Pendidikan.
6


Berupa buku pelajaran yang dicetak oleh Penerbit dan ber ISBN (International Standard Book Number)
3




Berupa Buku pelajaran yang dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN
1


Berupa Buku pelajaran yang dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN
1
7
Modul/diktat pelajaran per semester
Modul dan dikyay yang digunakan di tingkat provinsi
1,5



Modul dan diktat yang digunakan di tingkat kabupaten/kota
1


Modul dan diktat yang digunakan di tingkat sekolah/madrasah
0,5
8
Buku dalam bidang pendidikan
Berupa buku dalam bidang pendidikan yang dicetak pleh penerbit dab ber-ISBN
3


Berupa buku dalam bidang pendidikan yang dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN
1,5
9
Terjemahan
Berupa karya hasil terjemahan
1
10
Pedoman guru
Berupa buku pediman guru
1,5






            Besaran angka kredit di atas diberikan kepada penulis perorangan. Bagaimana jika ditulis oleh dua orang atau lebih? Jika ditulis oleh tim, lazimnya nama penulis utama diletakan pada urutan pertama dan urutan berikutnya nama penulis pembantu. Jumlah penulis pembantu paling banyak 3 (tiga) orang. Jika penulis pembantu lebih dari 3 (tiga) orang, maka penulis pembantu nomor urut keempat dan seterusnya tidak memperoleh angka kredit. Pembagian angka kredinya sebagai berikut.



PEMBAGIAN ANGKA KREDIT
Jumlah penulis
Penulis Utama
Penulis Pembantu I
Penulis Pembantu II
Penulis Pembantu III
1 orang
100%
-
-
-
2 orang
60%
40%
-
-
3 orang
50%
25%
25%
-
4 orang
40%
20%
20%
20%

Sumber:                    pedoman kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya, Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Pembina Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Dasar 2011.
C.     JENIS PUBLIKASI ILMIAH/KARYA INOVATIF YANG WAJIB ADA
Angka kredit dari publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif menjadi persyaratan untuk kenaikan pangkat dari golongan III/b ke III/c dan seterusnya. Jumlah angka kredit yang diperlukan setiap jenjang sudah ditentukan. Pada umumnya, semakin tinggi pangkat yang akan diraih, jumlah angka kreditnya semakin banyak.
            Jenis publikasi ilmiah/karya inovatif juga sudah ditentukan untuk tiap-tiap jenjang jabatan/pangkat. Hal itu diperlukan agar publikasi ilmiah/karya inovatif yang diajukan tidak didominasi oleh jenis tertentu. Misalnya, semua publikasi ilmiah berupa diktat atau tulisan ilmiah populer.
            Ketentuan mengenai jenis publikasi ilmiah/karya inovatif untuk setiap jenjang pangkat/golongan sebagai berikut.

Dari golongan
Ke Golongan
Jml. Angka Kredit dari subunsur publikasi Ilamiah/Karya Inovatif
Jenis Publikasi Ilmiah/Karya Inovatif yang Wajib Ada
III/a
III/b
-
-
III/b
III/c
4
Bebas pada jenis karya publikasi ilmiah dan karya inovatif


III/c


III/d


6


Bebas pada jenis
karya publikasi ilmiah dan karya inovatif
III/d
IV/a
8
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian
IV/a
IV/b
12
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnak yang ber-ISBN



IV/b
IV/c
12
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISBN
IV/c
IV/d
14
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN dan 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber-ISBN
IV/d
IV/e
20
Minimal terdapat 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal ber-ISSN dan 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber-ISBN
Keterangan
Untuk kenaikan pangkat/golongan mulai III/d ke atas
1.       Jumlah publikasi yang berfungsi diktat, karya terjemahan, atau tulisan ilmiah populer paling banyak 1 (satu) buah.
2.       Laporan hasil penelitian maksimal 2 (dua) laporan per tahun.
3.       Karya inovatif maksimal 50 % dari angka kredit yang dibutuhkan.

D.    CARA MEMBUAT KTI
Guru bekerja, menjalankan tugas sesuai dengan tugas pokok profesi. Tugas pokok profesi guru adalah membidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam melakukan tugas itu, guru selalu menggunakan bahan tertulis baik sebagai landasan bertindak maupun pegangan menyampaikan materi pelajaran. Bahan tertulis itu ada, tentu saja, karena ada yang menulis. Siapa yang menulis? Gurukah? Bukan. Kebanyakan guru mengunakan tulisan orang lain, bukan tulisannya sendiri.
            Mengapa kebanyakan guru tidak menulis,sulitka menulis itu?Tidak sebenarnya semua guru tidak dapat menulis. sebab, menulis itu hanya mengungkapkan apa yang diketahui, dilakukan,dilihat, dan yang dipikirkan. Bukankah guru sudah megetahui (bahkan meguasai) materi ajar yang disampikan kepada siswa? Bukankah setiap hari guru melakukan kegiatan pembelajaran? Bukankah guru juga selalu melihat/mengamati siswa dan berpikir agar siswanya lebih baik? Semuanya itu menjadi bahan yang tak akan habis diolah menjadi KTI.
Bagi guru, menulis sebenarnya juga kegiatan megajar. Bahkan,termaksud kegiatan mengajar yang sangat dahsyat. Mengapa? Jika megajar dikelas, yang mendengarkan penjelasan hanya puluhan siswa satu kelas atau berapa kelas di sekolah tempatnya megajar. Tetapi jika bahan ajar itu ditulis, pembaca nya bisa ratusan, ribuan, atau puluhan ribu. Bukan hanya siswa di sekolah nya. Tetapi juga siswa di kota-kota lain diseluruh Indonesia. Hebatnya, tulisan yang dihasilkannya dapat dipelajari sekarang tahun depan, atau berapa tahun kemudian. Tidak salah, banyak orang megatakan bahwa guru yang penulis sebenarnya “guru bangsa yang abadi”.
       Keuntungan lain  bagi guru yang juga penulis, dia menempati posisi Yng amat terhomat. Dia terkenal diberbagai kalangan, terutama kalangan pendidikan. Karna terkenal, dia sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai pertemuan. Temannya semakin banyak. Pergaulanya semakin luas. Rasa diri pun menigkat. Yang pasti ada kekuasaan batin melihat tulisanya bermanfaat bagi banyak orang. Lebih dari itu, tulisannya bernilai angka kredit pengembangan provesi guru untuk memenuhi persyaratan naik pangkat.
    Dulu banyak orang beranggapan bahwa seorang penulis dapat meghasilkan tulisanya yang baik karna mempunyai bakat menulis. Angapan semacam kini telah terhapus oleh berbagai kenyataan. Seorang redaksi sebuah penerbit besar yang telah bertahun-tahun menangani naskah yang akan diterbitkan, berkesimpulan bahwa kemampuan diperoleh dengan cara belajar dan berlatih. Kesimpulan itu diperoleh setelah mengamati sejumlah penulisannya belum layak diterbitkan. Dengan sedikit petunjuk dan pengarahan, penulisan itu terus berusaha memperbaiki tulisanya. Berangsur-angsur tulisanya semakin baik. Sekarang dia telah menjadi penulis produktif.
           “menulis tidak ada hungannya dengan bakat”,kata Yang sudah “jadi”. Kesimpulan itu disampaikan setelah dia mengalami sendiri. Mulah-mulah dia merasa sulit sekali menulis. Beberapa kali mencoba menulis selalu tidak lancar. Bahkan sering pula macet dan gagal total. Bereuntugalah, pengalaman pahit itu tidak membuatnya putus asa. Ia terus belajar dan mencoba-coba lagi. Makin lama makin lancar.
               Menulis memang gampang-gampang susah. Gampang kalau sudah sering melakukan nya dan sudah kalo belum terbiasa. Sebab, menuli termaksud jenis keterampilan. Sebagai keterampilan, sama seperti keterampilan yang lain nya, pemerolehnya harus memlalui belajar dan berlatih. Membiasakan diri, itu lah kata kucinya.
                    Hal itu dapat dibandingkan dengan keterampilan berenang. Banyak teori tentang berenang: gaya dada, gaya punggung, gaya katak, dan gaya-gaya lain. Semua itu ada teori nya dan dapat dipelajari. Namun, dengan belajar teori saja belum cukup. Meskipun sudah hafal semua teori renang, takdapat dijamin bahwa orang langsung dapat berenag. Sebaliknya, tanpa belajar teori pun, kalo mau mencoba terjun ke kolam renang di tempat dangkal, lalu belajar berenang, lambat laun pasti dapat berenang.
             Demikian pula keterampilan menulis. Jika terlalu banyak teori yang dipelajari dan di hafalkan,  bisa bingung menerapkanya. Kalo begitu, apa yang diperlu dilakukan oleh calon penulis? Langkah-langkah berikut dapat dilakukan.
Pertama, calon penulis harus mempunyai niat untuk menulis. Bukan niat biasa, melainkan niat yang kuat. Dengan niat yang kuat itu, penulis tak mudah “patah arang” kalau menjumpai berbagai kesulitan. Sebaliknya, dengan niat yang kuat penulis akan terus berusaha mengatasi berbagai kesulitan. Nah, agar niat itu benar-benarkuat, harus ditumbuhkan motivasi dari dalam.
            Apa motivasi menulis? Banyak sekali, antara lain ingin mencerdaskan bangsa,memperoleh uang royalti, menjadi orang terkenal, atau sekedar memuaskan diri karena sudah mengekspresikan gagasannya. Bagi seorang guru, mungkin untuk memperoleh angka kredit supaya segera naik pangkat. Semua itu sah-sah saja dan boleh untuk memantapkan niat yang kuat itu harus disertai keyakinan bahwa dirinya mampu menghasilkan karya tulis.
Kedua,calon penulis harus banyak belajar dan berlatih. Berbagai jenis tulisan dan cara membuatnya perlu dipelajari. Tata tulis setiap jenis tulisan memang tidak sama. Demikian pula, calon penulis perlu belajar tentang ragam bahasa (ragam baku dan non baku, ragam tulis dan ragam lisan), kosakata, pola kalimat, jenis paragraf dan ejaan. Tetapi semuanya itu dapat dipelajari sambil lalu. Artinya, jika ingin menulis, langsung praktek menulis saja dengan bekal ilmumenulis sekadarnya. Tulisan yang sudah jadi perlu dibaca ulang dan diperbaiki. Makin sering praktik menulis dan memperbaiki tulisan dengan “ilmu” menulis yang semakin bertambah, seorang penulis tentu semakin terampil.
Ketiga, calon penulis sebaiknya banyak membaca  tulisanyang sudah ada. Tulisan tentang apa dan siapa penulisnya dapat dipilih sesuai selera.
Selanjutnya calon penulis menerapkan tiga N, yaitu niteni, nirokake dan nambahi. Ungkapan jawa itu berarti memperhatikan, menirukan, dan menambahkan.
            Penulis pemula perlu niteni, yaitu memperhatikan dan mengingat-ingat tulisan yang sudah ada untuk ditiru. Meniru tidak harus malu, karena meniru disini bukan berarti njiplak kata demi kata atau kalimat demi kalimat. Yang ditiru adalah tata tulis jenis tulisan (atau artikel, modul, buku ajar, laporan hasil penelitian, dan lain-lain). Ditiru pula cara memilih tema tulisan, cara mengembangkan tema, cara memilih kata dab menyusun menjadi kalimat, serta cara merakit paragraf. Juga cara membuka tulisan, menguraikan isi, dan menutupnya. Kegiatan meniru seperti itu tidak dilarang, justru dianjurkan.
            Kegiatan menulis niteni dan nirokake, juga menambahi. Untuk bisa dinambahi, penulis harus punya “simpanan”. Simpanan itu berupa pengetahuan (hasil membaca), pengalaman (apa yang dilakukan), pengamatan (apa yang dilihat), dan pendapat (gagasan mengenai suatu masalah). Kegiatan menulisa memang mengeluarkan “simpanan”. Makin sering menyimpan, makin banyak simpanan. Makin banyak simpanan, makin mudah nambahi, dan makin mudah menuangkan gagasan secara tertulis.
            Karen itu, penulis harus banyak melihat, mengamati, melakukan kegiatan, berdiskusi, membaca, dan berpikir.  Kegiatan mengumpulkan “simpanan” itu, terutama kegiatan membaca, harus dilakukan terus menerus. Seorang penulis memang harus banyak membaca. Bacaan bagi penulis sama dengan makanan bergizi bagi seorang atlet. Seorang atlet yang tidak banyak mengomsumsi makanan bergizi tetntu cepat lelah dan mudah loyo kehabisan tenaga. Demikian pula seorang penulis yang kurang membaca, tentu segera kehabisan bahan tulisan.
            Jadi, untuk menghasilkan karya tulis, sebenarnya tidak sulit.Calon penulis hanya menerapkan tiga N, yaitu niteni, nirokake, dan nambahi. Hanya itu. Jika kurang mantap dengan istilah tiga N, dapat juga menggunakan istilah ATM. Yang dimaksud ATM di sini bukan mesin pembayaran otomatis, melainkan amati, tiru, dan modifikasi. Jika masih ragu-ragu, calon penulis sebaiknya mencari pembimbing yaitu orang yang sudah berpengalaman membuat berbagai karya tulis.



                                SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Purple Nike Classic